Menggeser Paradigma Bahwa Profesi Pustakawan Hanya Sebagai Penjaga Buku Atau Penjaga Layanan Yang Pasif

Oleh : Rifai, SE., MM. (Pustakawan UIN Datokarama)

Perpustakaan.iainpalu.ac.id-Palu. Salah satu tragedi pendidikan di Indonesia baik diperguruan tinggi maupun di sekolah adalah tidak dijadikannya perpustakaan sebagai bagian yang penting dalam konsep dan proses pendidikan. Perpustakaan hanya dijadikan pelengkap dari institusi perguruan tinggi maupun sekolah, belum dijadikan sebagai mitra pembelajaran. Kondisi rendahnya minat baca dan rendahnya budaya tulis para siswa merupakan sebuah tantangan serius yang perlu ditangani,

Berbagai polemik yang muncul ditengah masayarakat yang memberikan definisi maupun persepsi yang kurang benar terhadap perpustakaan. Banyak masyarakat beranggapan perpustakaan hanya berkutat pada buku-buku belaka, dan pustakawan hanya penjaga buku sehingga mereka menganggap setiap tempat yang berisi kumpulan buku disebut perpustakaan. Padahal tidak semua kumpulan buku dapat dikatakan sebagai perpustakaan. Adanya bahan pustaka atau sering juga disebut koleksi bahan pustaka merupakan ciri-ciri perpustakaan.

Perlu kita pahami bersama dan mengubah cara pandang kita bahwa ilmu perpustakaan dan ilmu pustakawan adalah merupakan disiplin Ilmu sosial yang berkaitan dengan disiplin ilmu lainnya bahwa perpustakaan yang tidak hanya sekadar tempat untuk membaca. Namun perpustakaan harus meningkatkan perannya sebagai agent of change, sehingga memberikan manfaat yang tinggi bagi masyarakat. Perpustakaan harus bertranformasi dengan meningkatkan layanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga transformasi perpusatakaan berbasis inklusi sosial dan Revitalisasi kearifan lokal sebagai penguatan identitasdaerah menjadi sebuah keniscayaan.

Inklusi Sosial

Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 2 menyebutkan bahwa “Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan”. Merujuk pada hal ini maka perpustakaan mengemban amanah sebagai tempat pembelajaran dan kemitraan bagi masyarakat yang dikelola secara profesional dan terbuka bagi semua kalangan sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan dapat diukur capaian kinerja bagi kesejahteraan masyarakat. Pembelajaran sepanjang hayat merupakan kata kunci dalam pengembangan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Sehingga inklusi sosial sebagai basis transformasi perpustakaan adalah pendekatan berbasis sistem sosial yang memandang perpustakaan sebagai sub sistem sosial dalam sistem kemasyarakatan. Untuk itu, perpustakaan dirancang untuk memiliki manfaat yang tinggi  di masyarakat. Perpusatkaan berbasis inklusi sosial merupakan upaya meningkatkan akses kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Sehingga terjadi proses belajar yang mendorong kreatifitas dan inovasi agar menjadi produktif, bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui pendekatan inklusif ini perpustakaan mampu menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk memperoleh semangat baru dan solusi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan.

Pemerintah Indonesia melalui kementerian PPN/Bapenas mulai tahun 2018 telah menetapkan Kebijakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Target tahun 2018 sebanyak 60 lokasi, target tahun 2019 sebanyak 300 lokasi dengan alokasi anggaran 145 miliar + DAK 300 miliar. Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan suatu pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan. Transformasi tersebut dapat diwujudkan  dalam 4 peran, yaitu:  (1) Perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan, pusat kegiatan masyarakat, dan pusat kebudayaan (2) Perpustakaan dirancang lebih berdaya guna bagi masyarakat (3) Perpustakaan menjadi wadah untuk menemukan solusi dari permasalahan kehidupan masyarakat (4) Perpustakaan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

Tujuan Kebijakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah untuk:  (1) Meningkatkan literasi informasi berbasis TIK, (2) Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (3) memperkuat peran dan fungsi perpustakaan, agar tidak hanya sekadar tempat penyimpanan dan peminjaman buku, tapi menjadi wahana pembelajaran sepanjang hayat dan pemberdayaan masyarakat.

Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan optimalisasi peran perpustakaan sebagai pembelajaran sepanjang hayat (long life education). Hal ini karena perpustakaan bukan hanya sebagai pusat sumber informasi tetapi lebih dari itu sebagai tempat mentrasformasikan diri sekaligus sebagai pusat sosial budaya dengan memberdayakankan dan mendemokratisasi masyarakat dan komunitas lokal,  dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga masyarakat akan mampu untuk terus meningkatkan ilmu pengetahuan yang akan berimplikasi kepada kesejahteraan mereka.

Kehadiran perpustakaan merupakan tuntutan mutlak bagi tiap masyarakat yang ingin menjadikan warganya bukan saja kaya informasi (well informed) dan terdidik baik (well educated), melainkan makin bertambah kecanggihan wawasannya. Mindset bahwa perpustakaan hanya berisi koleksi buku hendaknya sudah harus diubah, bahwa sekarang ini perpustakaan berfungsi sebagai institusi pengembang local content.

UU no 43 tahun 2007 pasal 3 menyebutkan bahwa Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa”. Dengan demikian Perpustakaan bisa menjadi pusat informasi budaya setempat (local content) dan Informasi hasil budaya tersebut bisa disebarkan (disseminasi) melalui perpustakaan, bukan hanya untuk masyarakat setempat tetapi juga untuk masyarakat daerah lain. 

Hasil budaya seperti kerajinan tangan, home industry, atau informasi lain berupa brosur, leaflet, dan lain sebagainya bisa di display di perpustakaan. Dalam hal ini perpustakaan bisa bekerjasama dengan berbagai instansi seperti dinas pariwisata, Dinas UMKM dengan demikian pustakawan harus melibatkan diri dalam memberikan edukasi tentang potensi alam baik itu potensi wisata maupun potensi usaha dan sekaligus  melakukan pendampinga kepada masyarakat dalam pengembangan dunia usaha kearifal lokal.

Pada era globalisasi saat ini, informasi berperan penting tidak hanya dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga seringkali dijadikan indikator kemajuan yang meningkatkan daya saing bangsa.

Pergeseran Paradigma

Perpustakaan merupakan salah satu unsur penting dalam dunia pendidikan maupun dalam kehidupan masyarakat. Dari perpustakaan kita tak hanya dapat menjumpai buku yang berisi ilmu pengetahuan, tetapi juga dapat menemukan berbagai informasi dari berbagai sumber tekstual maupun non tekstual.

Saat ini kita memasuki suatu era yang membawa perubahan besar dalam peradaban manusia. Dengan keunggulan teknologi, nyaris tidak ada lagi penghalang untuk bertukar informasi. yang mana informasi sendiri berperan penting tidak saja dalam hal mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga sebagai seorang pustakawan harus selalu berkembang dan maju., untuk itu perlu dibarengi dengan pemahaman masyarakat tentang kepustakawanan.

Peran Perpustakaan merupakan sumber kekuatan, imajinasi, inspirasi untuk berpikir, belajar, bekerja, berkarya dan berprestasi. Nilai strategis dari perpustakaan seperti di atas tentunya mengetuk hati kita untuk berperan serta dengan berbuat sesuatu agar perpustakaan lebih berkembang lagi ke arah yang lebih baik di masa yang akan datang. 

Perkembangan perpustakaan dewasa ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai sarana untuk terus belajar dan mengembangkan wawasan serta pengetahuannya agar hidupnya menjadi semakin cerdas, berkualitas, dan mampu berkompetisi dalam percaturan global. Bukan hanya cita-cita pemerintah tapi juga semua masyarakat Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kreatif, dan kompetitif dalam peradapan berbasis pengetahuan.

Kalau kita sepakat bahwa perbaikan mutu kehidupan suatu masyarakat ditentukan oleh meningkatnya taraf kecerdasan warganya, maka kehadiran perpustakaan dalam suatu lingkungan turut berpengaruh terhadap teratasinya kondisi ketertinggalan masyarakat yang bersangkutan. 

Pustakawan harus menggeser paradigma bahwa profesi ini hanya sebagai penjaga buku atau penjaga layanan yang pasif. Pustakawan harus proaktif dan bertindak seolah-olah sebagai humas pemerintah daerah dalam menyebarkan informasi mengenai daerah tersebut dan juga sebagai pelestari local content.

Pustakawan merupakan salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan perpustakaan menjadi motor penggerak keberhasilan perkembangan perpustakaan di indonesia. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *